Makna Nuzulul Al-Qur’an


Makna Nuzulul Al-Qur’an

Oleh: Ustadz Mgs Fauzan Yayan SQ

Dalam QS Al-Israa [17] ayat 105-106 dikatakan: “Dan Kami turunkan (Al-Qur’an) dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur’an itu telah turun dengan membawa (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.

Melalui ayat di atas, sebagian ulama, menyimpulkan bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam dua versi. Versi pertama yang turun kepada Nabi sekaligus, dari al-Lauh al-Mahfuzh ke langit dunia, yaitu yang dimulai dari surah Al-Fatihah. Versi kedua yang turn secara berangsur-angsur, adalah dari langit dunia kepada Nabi Muhammad SAW, yang dibawa oleh malaikat Jibril selama 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari, yaitu yang dimulai dari surah Al-Alaq. Kedua ayat di atas sengaja disela oleh hanya satu titik agar kelihatan terpisah antara ayat 105 dan 106.

Lalu, kapankah kompilasi Al-Qur’an (yang inzal) itu diturunkan? Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan di saat lailatul qadr sebagaimana Allah katakan: “Bulan Ramadhan, diturunkan (inzal) di dalamnya Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan perbedaan…” (QS. Al-Baqarah [2]: 185). Di dalam Al-Qur’an surah Al-Qadr [97]: 1-5 Allah SWT berfirman: (1) Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam Lailatul Qadr. (2) Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu? (3) Lailatul Qadr itu lebih mulia dari seribu bulan… (4) Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (5) Kedamaian (terjadi) pada malam itu hingga terbit fajar.

Read more of this post

Kedigdayaan Sriwijaya


Kedigdayaan Sriwijaya

Oleh: Farida R. Wargadalem
————————————————–
Dosen Unsri dan Ketua Umum Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Sumsel.

Sriwijaya adalah salah satu kerajaan di Nusantara yang dikenal masyarakat intrnasional di zamannya sejak abad ketujuh. Selama ratusan tahun Sriwijaya tidak saja menguasai jalur perdagangan dunia, tetapi juga melakukan ekspansi kekuasaan ke berbagai negara di masanya.

Masyarakat politik Sriwijaya adalah masyarakat terbuka karena sebagai kerajaan maritim, banyak pedagang dari penjuru mancanegara, seperti Cina, Persia, Timur Tengah, masyarakat Nusantara dari kerajaan lainnya berdagang di Palembang. Mereka tidak saja berdagang, tetapi juga menetap di wilayah ini.

Jika melihat para pedagang yang melakukan transaksi perdagangan di Palembang, ini memperlihatkan msyarakat Palembang waktu itu sangat kosmopolit dan bersilang budaya antara satu pedagang dengan pedagang lainnya. Dalam masyarakat seperti ini penduduk lokal telah terbiasa berkomunikasi dan menerapkan saling silang budaya sehingga menyemaikan penguatan budaya lokal. (MORE…)

Bangga Jadi Wong Kito


Bangga Jadi Wong Kito

Oleh: Rosihan Arsyad
—————————————–

Anda bangga jadi wong Palembang? Yang pasti saya bangga. Ada banyak alasan, tapi memang Sumsel patut dibanggakan. Tidak ada daerah lain di Indonesia yang memiliki icon sebanyak Palembang (baca Sumsel)

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

Ada songket Palembang, jumputan Palembang, batik Palembang, pempek Palembang, kerupuk Palembang, nanas Palembang, duku Palembang. Sampai-sampai duku dari Condet pun dinamai duku Palembang agar laku dan dapat dijual mahal.

Bahkan pernah para pejabat di Jakarta heboh menggunjingkan gubernur Sumsel yang suka model, membayangkan wanita cantik yang melenggang-lenggok di catwalk. Padahal saya memang lebih suka model dibanding tekwan. Ada komedi Dulmuluk, lagu Gending Sriwijaya, Jembatan Ampera. Ada pula panganan khas Palembang seperti pindang patin, mie celor, kue delapan jam, engkak ketan, dan bolu kojo. (MORE…)

Politik Dagang, Dagang Politik


Politik Dagang, Dagang Politik

Oleh: Rosihan Arsyad
=============================

Pemilu sudah dekat. Berbagai pihak menyikapi pemilu dengan pola pikir, sikap, dan tindakan berbeda. Anggota dewan yang sedang menduduki jabatan tentu melihat pemilu sebagai kesempatan memperpanjang masa bakti. Yang belum duduk melihatnya sebagai peluang untuk mendapatkan kedudukan dan hak istimewa sebagai anggota dewan, bahkan sebagai lapangan pekerjaan, bukan wadah pengabdian.

Perlombaan menarik hati rakyat sudah dimulai, baik dengan janji muluk, muka manis, dangan iming-iming uangatau sembako, bahkan menggunakan organisasi masa menekan pemilih. Baleho, spanduk, dan billboard bertebaran, dan walaupun sudah ada aturannya, semua cenderung melanggar ketentuan.

Sebagian masyarakat melihat pemilu sebagai kesempatan untuk mendapat uang tunai tanpa bekerja dan menerima sembako gratis. Ada pula oknum yang mendekati para caleg dengan janji membawa sejumlah massa dan meminta imbalan. Ada pula yang seolah memaksa ingin menjadi tim sukses. Ujung-ujungnya tim yang sukses, calegnya gigit jari. (MORE…)

Jagad Maritim Sumatera


Jagad Maritim Sumatera

Oleh: Farida R Wargadalem
———————————————————–

Ketika Indonesia lampau bernama Nusantara, bangsa ini dekenal sebagai bangsa maritim. Masyarakat maritim ditandai dengan masyarakat yang terbuka, kosmopolitan, dan berwawasan mancanegara, outword looking.

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

Ciri masyarakat maritim yang terbuka, kosmopolitan, dan berwawasan mancanegara ini terlihat ketika terjadi persentuhan silang antarbudaya antara masyarakat yang berda di kota-kota pantai dengan perdagangan yang berasal dari berbagai belahan negara mancanegara seperti Tionghoa, Arab, Persia, India, dan Eropa. Sewaktu masyarakat kota maritim menjalin aktivitas perdagangan dengan masyarakat mancanegara terjadi perkawinan antara masyarakat lokal dengan orang Tionghoa, Arab, Persia, dan India.

Perkawinan antara perempuan lokal dengan pedagang Cina yang bermukim di kota setempat memadukan dan menyerbukkan silang budaya antara orang lokal dan budaya Tionghoa. Karena pedagang Tionghoa menetap dan kawin dengan perempuan lokal di berbagai tempat, misalnya di wilayah kota pantai Sumatera seperti Palembang, dan Jambi, pedagang Tionghoa mendapat jabatan yang strategis menjadi syahbandar di daerah tersebut. (MORE…)