Melihat Aktivitas Pengumpul Barang Bekas di TPA Kelas 1 Sukawinatan


Pendapatan Kecil, Berharap Bantuan Motor

Melihat Aktivitas Pengumpul Barang Bekas di TPA Kelas 1 Sukawinatan
Keliling Kampung: (Kanan) Chandra bersama Yulianto di sela-sela aktivitasnya mengangkut sampah rumah tangga

Kehidupan terkadang sulit untuk dirasakan, tapi harus dijalani dan disyukuri. Begitulah yang dialami sebagian orang yang kesehariannya menggantungkan nasib dengan mengais rezeki di TPA Sukawinatan. Seperti apa?

================================
================================

>br />
Sembari mengendari motor gerobaknya, Hendra (34), terus mengitari kawasan PAM Kecamatan Ilir Barat (IB) II Palembang. Tak ada kesan lelah di wajahnya. Dengan senyum mengembang, ia terlhat turun dari kendaraannya untuk mengambil kardus bekas yang dibuang di tempat sampah.

Ya, itulah sebagian besar aktivitas keseharian ayah lima anak tersebut. Yakni, mengais rezeki sebagai pengumpul barang bekas. “Setiap hari saya mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah. Kemudian saya angkut menggunakan motor gerobak ke tempat pembuangan sampah (TPS) untuk dimasukkan ke mobil pengangkut sampah milik DKK,” ujarnya kepada Sumatera Ekspres.

Ia mengaku, pekerjaan ini sudah dilakoninya sejak 10 tahun lalu. “Untuk iuran setiap rumahnya Rp 10-15 ribu. Tergantung rumahnya dan kesadaran masyarakat juga. Tidak banyak hanya sekitar 50 rumah sampahnya yang saya angkut,” ucapnya.

Motor gerobak digunakannya untuk alat angkut milik pribadi yang didapatnya dari hasil kredit setiap bulan di sebuah diler. “Pendapatan mengangkut sampah memang kecil, apalagi untuk menghidupi lima anak yang masih kecil,” terangnya seraya menerangkan kalau anak tertuanya sudah duduk di bangku kelas lima sekolah dasar (SD).

Hal serupa juga diungkap Yulianto (27), yang memiliki profesi sama. Ayah satu anak ini, berharap dirinya dan kawan-kawan mendapat alat bantu angkut motor gerobak dari pemerintah. “Berharap perhatian pemerintah, kami wong kecik cak ini kalau dikasih motor untuk angkut sampah ini sangat berterima kasih sekali,” harap Yulianto.

Katanya, kalau ingin menjadikan Palembang Emas, pemerintah harus memperhatikan orang-orang seperti mereka. “Pasukan kuning seperti kami ini tentunya bukan hanya sekedar janji tapi perlu wujud dan bukti,” ucapnya.

Sementara Darma Yudi (52), sopir mobil angkut sampah milik Dinas Kebersihan Kota (DKK), mengaku kalau dirinya bekerja sebagai tukang angkut sampah sejak 2004. “Dari TPS dibawa ke TPA Sukawinatan tapi tak hanya di tempat ini, saya juga wajib mengangkut sampah untuk wilayah Radial, Letkol Iskandar, dan Bukit Lama,” terang Darma di sela mengangkut sampah di kawasan Bukit Lama.

Ia mengaku, dengan profesinya ini, dirinya mendapat komplain dari keluarga karena hampir tidak memiliki waktu lagi buat keluarganya. “Kerjo mulai pagi ketemu pagi. Bahkan aku dewek meraso dikucilke tetanggo karena tidak pernah bersosialisasi dengan mereka saat ada acara,” terang kakek enam cucu ini.

Dari hasil mengakut sampah dirinya mendapat gaji sebesar Rp 420 ribu/minggu. Sebagai pekerja dirinya sudah pernah menyampaikan aspirasinya kepada pimpinannya tapi hal tersebut hanya sebatas omongan saja.

“Kalau didengar Alhamdulillah oleh bos, tapi kalau mau berontak ya tidak mungkinlah kita ini butuh kerja, butuh makan. Bagaimana kalau dipecat apalagi yang mau kerja banyak. Gaji yang diperoleh tidaklah cukup.”

Liza (22) ibu dua orang anak yang kesehariannya bekerja sebagai pengumpul dan pencari barang bekas di lokasi ini mengaku sangat senang meski dirinya tahu bahwa pekerjaannya sangat berisiko. Pasalnya untuk menekuni pekerjaan ini dirinya harus bertarung nyawa untuk berhati-hati agar tidak terkena alat berat dan mobil pengangkut sampah. (*/ce2)

Sumatera Ekspres, Jumat, 22 Agustus 2014

About Iwan Lemabang
Aku hanya manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa.

Leave a comment